Minggu, 19 Februari 2012

Penyerangan Heroik TNI ke Gunung Qablaque ( A True Story)

OV-10 Bronco

Penyerangan Heroik TNI ke Gunung Qablaque
( Masa Integrasi Tim Tim/East Timor [1975 - 1979] )


Gunung Qablaque merupakan medan yang dimitoskan sebagai medan terberat yang selalu dijauhi oleh para pilot Helikopter dan dijaga oleh setidaknya satu batalyon dengan senjata SMR serta dihuni oleh kurang lebih 7000 rakyat.  Tapi sebagian Rakyat telah bosan berada dibawah penjajahan Portugis tanpa ada perubahan kesejahteraan yang berarti, bahkan sebagian besar rakyatnya nyaris hidup dibawah garis kemiskinan. Oleh karenanya keberadaan pasukan mendapat dukungan dari sebagian masyarakat yang pro yang telah jenuh terus menerus berperang.  Dan salah satu keberhasilan penyerangan ini adalah berkatadanya dukungan itu.
Berdasarkan analisa strategic dan masukan yang diberikan para ketua adat dan pemuka masyarakat Timtim (Liurai dan Katuas) yang Pro Republik bahwa Gn.Qablaque hanya dapat dikuasai bila puncak tertinggi (Gn.Barelaca) dan Gn. Daurema dikuasai, karena terdapat suatu titik strategic diwilayah itu yang dapat mengarahkan/mengendalikan jalannya pertempuran. Untuk itu perlu dibentuk Tim siluman yang bertugas menguasai daerah tersebut secara senyap. Artinya suatu pasukan yang mampu menyelinap ke suatu wilayah secara diam diam untuk kemudian memberikan informasi dan mengarahkan pasukan pada sasaran /target serangan. Dan pasukan itu harus dibentuk dari orang Timtim sendiri.
Gn. Qablaque ini sangat sulit ditembus tanpa bantuan orang pribumi karena merekalah yang paling mengetahui medan Qablaque. Mereka dibentuk dari Hansip, Liurai dan Katuas yang terpilih. Pembentukan pasukan semacam ini semula diduga akan sangat sulit karena mereka mengemban tugas yang berat dengan kemungkinan risiko mati dalam pertempuran besar sekali. Akan tetapi respon yang diperoleh luar biasa dua Pleton Hansip datang dari Ainaro mereka dengan suka rela mengajukan diri untuk bergabung dalam tim bahkan Danki Hansip Batista De Deus yang menyatakan sakit ketika tau bawa serangan itu akan dipimpin langsung oleh Danyonif 121 Macan Kumbang malamnya menghadap komandan agar diijinkan memimpin Tim Siluman.
Dalam rangka pengintaian Dan Yonnif 121 Macan Kumbang berserta angg Kotis dikawal Tim Combat berangkat ke Moncong Babi. Ditengah jalan antara Nanumuque dan Aituto (rumah putih) pasukan diserang , tembak menembak terjadi di kebun kopi musuh mundur menyusun pertahanan keseberang jauh sungai Belulic. Pasukan tidak berusaha mengejar tapi melanjutkan gerakan menuju Moncong Babi, disana telah menunggu Capa Naingolan dari Aituto dan Capa Siregar dari Maubise untuk pengamanan sekaligus Tim Log.
Serangan akan dilakukan dari dua arah yaitu Caicassa oleh Tim Ular, dan Gn. Daurema sebagai serangan pokok dipimpin Dan Satgas Bumi, serangan akan didahului dengan penyusupan oleh Tim Siluman yang berangkat H – 1 Dipimpin oleh Danki Hansip Batista De Deus. Tim siluman berangkat pukul 05.00 akan tetapi baru pukul 05.30 sang komandan Tim sudah melapor.
“Musam , Batista, saya laporkan bahwa anggota tim telah mate dua dan satu luka berat. Saya minta Musam berserta pasukan segera membantu, kalau tidak kami mate semua!”
dijawab Dan Satgas “Ok! Saya segera datang membantu”
. Yang dimaksud dengan Musam adalah Musang nama sandi pasukan yang dipimin Dan Yonif 121.
Dan RTP 8/SWJ segera melakukan pengecekan terakhir, Dan Satgas Bumi memberikan perintah operasi secara lengkap kepada pada komandan Timpur, Banpur dan Bantem yang dilanjutkan dengan pertanyaan dari pada komandan untuk kejelasan. Pasukan segera bergerak menuju sasarandidahului oleh tim Ular, dilanjutkan tim Topan, Kotis dan Kikis berada disebelah kanan. Tetapi setelah istirahat formasi dirubah, tim Ular bergerak di kiri dan lainnya di sebelah kanan. Sesampainya di lereng Tim yang berada ditengah mendapat serangan diri Musuh, serangan gencar diarahkan pada pasukan dari persembunyaian yang menyatu dengan pemukiman tapi dibalas oleh pasukan dan berusaha terus maju. Pemukiman penduduk yang berada disekitar itu sebenarnya merupakan depot logistic musuh mereka menyimpan makanan dan munisi sekaligus sebagai gugus pertahanan awal mereka. Hal ini memaksa pasukan untuk tidak mengambil risiko membiarkan system logistic serta persembunyian mereka mengancam keselamatan pasukan saat ini maupun nanti nya dengan membakar gubuk gubuk tersebut, dan terbukti setiap gubuk yang dibakar mengeluarkan ledakan dari munisi yang tersimpan, dan kelak setelah pertemppuaran berakhir akan terlihat bahwa setiap gubuk tersebut ternyata dilengkapi dengan “Ruba-ruba” yaitu perlindungan dari serangan udara dan meriam.
Pasukan berhasil maju melampai dua bukit, pada bukit ketiga menuju kaki Gn. Qablaque, ajudan Dan Satgas sudah tidak dapat berjalan karena mengalami kram, kedua kakinya diikat oleh saputangan dan tali pada ketinggian 1873 m dari permukaa laut udara sudah sangat dingin. Dalam keadaan seperti itu Gino sang ajudan terpaksa ditinggalkan karena pasukan harus tetap maju, sampai pada pertahanan terahir musuh yang dibakar pasukan kembali melingkar untuk menjemput sang ajudan yang sedang termangu dibalik batu besar, membayangkan bila musuh tiba tiba datang dan menyergapnya seorang diri. Hatinya tiba tiba kecut, bukan pertempuran yang dia takuti akan tetapi kematian sia sia tanpa perlawanan yang disesali. Tapi hatinya bertekad kalau aku harus mati, maka sebanyak peluru yang ada pada magasin senjatanya itulah jumlah korban dipihak musuh. Ia tetap waspada sampai suara lemah bunyi kerikil terinjak dibelakangnya.
Ia berteriak gembira;” Oh, Komandan!” Dengan tersenyum sang komandan menenangkan “No, masa saya sampai hati meninggalkan kamu, nanti istri dan anak anak mu akan menuntut saya bila kamu hilang”.
Kemudian bersama sang ajudan yang tertatih tatih pasukan melanjutkan gerakan menyeberangi sungai Belulic karena tim Topan telah berhasil menguasi tepi jauh. Dan dari tempatnyang agak tinggi Sang Komandan memanggil Dan Tim Siluman sambil memberitanda dengan melambaikan peta.
“Batista-Musang, apakah Batista sudah melihat Musang”
“Musam-Batista, saya sudah melihat musam dan kawan kawan, obrigado barak” (terimakasih banyak).
Akan tetapi lambaian Komandan tidak saja dapat dilihat oleh Tim Siluman juga oleh musuh, keruan rentetan peluru menghambur kearah kedudukan pasukan, lalu Komandan memerintahkan pada tim siluman agar segera mengevakuasi yang gugur dan terluka kebawah setelah boks pertahanan musuh didepan dikuasai. Boks pertahanan terakhir berhasil dikuasai pasukan tetepi dengan pengorbanan kedua kaki seorang Danru dari Tim Topan tertembak. Pasukan berhasil mencapai lereng Gn.Daurema, anehnya tak seorangpun musuh yang sebelumnya begitu gencar menyerang menampakan batang didungnya, tidak ada suara mereka apa lagi bunyi tembakan, keadaan sunyi tapi mencekam tapi pasukan tetap siaga. Kawasan ini merupakan daerah berbatu dan banyak ditumbuhi pohon berukuran sebesar tubuh manusia yang dikelilingi oleh tumbuhan perdu. Tebingnya berdinding curam dan memiliki celah celah yang dapat dilalui manusia ketika keadaan normal. Celah inilah satu satu nya jalan masuk kepuncak yang teraman dibandingkan memanjat dinding curam yang terbuka, yang dengan sangat cerdik digunakan sebagai boks pertahanan musuh, sementara setiap celah batu ditanami ranjau bamboo bahkan ditanah sebelum mencapai dinding tebing.
Tiba tiba terdengar suara gemuruh, bumi bergetar seakan gunung akan meledak, suara itu bergerak sangat cepat dan itu datangnya dari arah ketinggian. Pasukan serentak berlindung dengan merapat kedinding dan sebagian menjauh berlindung dibalik pohon pohon. Dalam hitungan detik batu batu besar dan kecil berlomba meluncur deras, memantul mantul, menabrak, menggilas apa saja yang dilalui nya diiringi guruh pecahkan telinga, seakan hantu pencabut nyawa penunggu gunung Deurema datang menyapa dengan peringatan. Karena bagaimanapun bila batu itu dijatuhkan ketika pasukan telah berada dipertengahan tebing akan jauh lebih sulit untuk dihindari. Ketika badai batuan berhenti sementara, pasukan yang cerai berai berupaya mencari perlindungan yang lebih baik dan melakukan konsolidasi. Komandan memutuskan untuk menunda serangan menghindari jatuh koorban yang besar bila dipaksakan sambil melaporkan ke Macan (RTB 8/SWJ). Hari telah menjelang malam Para komandan Tim dipanggil untuk diberikan perintah, pasukan secara otomatis bergantian untuk makan malam, yang tepat adalah makan siang yang dilaksanakan malam hari, sementara jenasah dan yang terluka dievakuasi ke Aituto. Sambil menyusun pertahanan sementara dan menyiapkan kubu kubu untuk yang terluka atau gugur agar memudahkan tim evakuasi yang akan membawa mereka turun ke Aituto dan Maubise yang kemudian akan dibawa ke Dili dengan pesawat Heli.
Malam merambat pelan, batu batu kembali dijatuhkan secara berirama diselingi oleh rentetan tembakan menyilang secara spekulasi dari atas, cuaca gelap diselimuti kabut tebal yang merayap pelan menciptakan udara yang dingin menggigit, pasukan terpekur kelelahan merenungkan apa yang akan terjadi esok hari. Dan diatara keremangan puncak gunung dalam siluet cahaya bulan nampak jelas musuh berjalan hilir mudik secara demonstrative untuk menurunkan moril lawan. Hanya saja pasukan justru menjadi terbiasa bunyi jatuhan batu yang berdentam dentam dan tembakan spekulatif musuh hanya menunjukan dimana posisi mereka dari cahaya yang ditimbulkan dari moncong senjatanya. Secara bergantian mereka berjaga dan tidur menyiapkan diri untuk gerakan esok hari.
Pagi hari pengarahan diberikan Dan Satgas Bumi di Titik Tinjau, pada saat kesempatan Tanya jawab Dan tim Kikis (Danki Yonif 301) mengajukan keberatan pada perintah Dan yonif 121 Satgas Bumi untuk ditempatkan digaris depan pertempuran dengan alasan telah banyak korban, sesungguhnya dalam militer penolakan seperti ini tidak diperkenankan, namun komandan bersikap bijak melihat beratnya pengalaman pertempuran yang mereka alami dan bisa saja menurunkan moril prajurit yang kurang terlatih mentalnya. Sehingga komandan tersebut diberikan kesempatan untuk mendiskusikan kembali bersama anggotanya, namun dari hasil diskusi dilaporkan bahwa keputusan yang diambil tetap sama. Kondisi ini menyulitkan Dan yonif 121, tapi sebagai pimpinan harus bijak karena bagaimanapun keberhasilan serangan akan sangat ditentukan oleh kesiapan seluruh tim, jatuhnya moril sebagian pasukan bila dipaksakan akan mempengaruhi moril pasukan yang lain bahkan keselamatan dari pasukan itu sendiri, dan ini tidak boleh dibiarkan.
Kemudian Dan Yonof 121 MK. Memanggil tim Combat, Dan Tim Topan Lettu Inf Suharyono, “ Har! Kamu menyerang paling depan menggantikan Tim Kikis, kamu serang semua kedudukan boks boks musuh melalui jalan yang telah saya tentukan, saya dan Tim Kotis bergerak dibelakangmu, Tim Kikis bergerak dibelakang Tim Kotis”, yang dijawab Lettu Suharsono“Siap Komandan”.
Sementara Tim Ular diperintahkan merebut Monte Caicassa. Setelah pengarahan semua Dan Tim diperintahkan kembali kedudukan pasukannya, mereka pergi dengan cara mengendap diantara pohon besar menghindari ruang terbuka berbatu. Sementara sang komandan dengan tenang melangkah diantara rentetan peluru yang ditembakan terarah oleh musuh dari atas. Peluru caliber 7,9 mm dengan jelas menembus batang batang pohon kemudian keluar lagi dengan membawa serabut kayu, sementara tembakan kebawah memantul memercikan api beradu dengan bebatuan dengan kuasa Tuhan tak satupun yang menyentuh kulitnya. Tindakan demonstrative ini merupakan upaya untuk menaikan moral anak buah sekaligus merusak moril musuh walaupun sebenarnya dapat berakibat fatal dan kesalahan yang tidak perlu. Tapi kenyataan dimedan tempur dapat membuat segan lawan maupun kawan seperti halnya ulah Napoleon dalam pertempuran Waterloo yang terkenal.
Namun pertempuran berjalan tidak mudah, gerak maju pasukan dihambat oleh serangan bertubi tubi dari atas diselingi oleh jatuhan batu sebesar anak kerbau. Suara rentetan peluru beradu dengan guruh dan dentuman batu yang terhujam deras memantul mantul diatara tebing dan tonjolan batu karang, mengintai para prajurit lengah yang merayap diantara sisi sisi batu besar sambil menghindari ranjau bamboo runcing yang siap menangkap tubuh tubuh yang gontai kelelahan. Tapi mereka tetap maju merayap, melompat diantara batu, berlindung, membalas tembakan, ketika kelompok satu menembak kelompok lain melompat maju bahu membahu saling melindungi, pasukan yang dipimpin letnan suharsono, Joko Santoso , dan Sujarwo perlahan tapi pasti merayap dan melompat dari batu kebatu untuk merebut boks pertama.
Sementara Tim Siluman melaporkan 2 (dua) anggotanya gugur lagi tapi tetap bertahan pada medan yang dudukinya, untuk memberikan informasi kedudukan musuh dan mengarahkan pasukan dibawah menuju sasaran utama. Sementara Tim Siluman melaporkan 2 (dua) anggotanya gugur lagi tapi tetap bertahan pada medan yang dudukinya, untuk memberikan informasi kedudukan musuh dan mengarahkan pasukan dibawah menuju sasaran utama. Karena gerakan maju sangat lambat Satgas minta bantuan pada Kresna (Pangkoda Hankam Tim Tim) bantuan tembakan udara.
Dua pesawat (OV-10) menderu muncul dari sektor barat minta konfirmasi sasaran tidak seorangpun yang dapat menjawab, pesawat kembali berputar menunggu jawaban, masalah timbul karena ternyata tidak seorangpun mengerti bagaimana mengarahkan pesawat, sebab pada kursus dasar cabang kompi infanteri maupun pada kursus lanjutan perwira infanteri (Suslapa) belum diajarkan bagaimana memimpin dan mengendalikan bantuan tempur udara. Disamping itu untuk menentukan arah angin dengan menggunakan koordinat 6,8 dan 10 angka dalam rangka bantem udara dibawah tembakan gencar musuh kenyataannya sangat sulit, selain akan memecahkan konsentrasi pengkomandoan dan pengendalian pasukan. Akhirnya pesawat diarahkan dengan tidak menggunakan arah angin dan koordinat peta, akan tetapi secara manual dengan menggunakan panel berbentuk tanda panah serta perkiraan jarak sasaran, sedangkan setiap perubahan ditunjukan dengan merubah rubah arah panel tersebut.
Informasi ini ternyata dapat dimengerti oleh pilot, ketika Dan Satgas mengarahkan; “Kampret – Musang, enam ratus meter dari ujung panel langsung tembak”. Pesawat menukik tajam dengan suara yang menggetarkan nyali langsung menembak sasaran dengan tepat kemudian naik melingkar menghindari tebing, meluncur meninggalkan medan kemudian berputar kembali untuk persiapan penembakan berikutnya. Serangan ini memberikan momentum bagi pasukan dibawah komando Letda Inf Joko santoso dari Tim Topan dan Letda Inf Sujarwo dari Tim Badai untuk bangkit dari perlindungan melompati batu batu sambil memberikan tembakan pada musuh yang konsentrasinya terpecah, serabutan mereka mundur meninggalkan boks pertahanan nya. Sementara serangan Armed tetap dilakukan untuk mempertahankan momentum yang sudah tercipta sekalipun dalam kondisi ini efektifitas nya kurang dapat diandalkan, hal itupun nampaknya dimengerti oleh musuh, bila mereka semakin merapat pada pasukan TNI, serangan Artileri tidak akan membahayakan mereka.
Sementara Pilot OV – 10 memanggil Dan Satgas; “Musang – Kampret”, “Masuk Kampret”. “Munisi tinggal sedikit”, “Baik, manfaatkan, gudang garamnya dilepas kesasaran”, Pilot menjawab; “Musang – Kampret, kalau gudang garam saya lepas akan menggelinding ketempat anda”, “baik kalau gitu coba diketinggian belakang, akan saya lihat”. Ternyata benar bom yang dijatuhkan pecahannya berjatuhan kebawah.
Kemudian Pilot memberikan informasi; ”Kampret – Musang, munisi sudah habis, musang mengendap dulu kami segera kembali”. Dijawab oleh Dan Satgas; “Kami tidak akan mengendap, kalau mengendap kami akan habis”. Akan tetapi yang menjawab adalah Pangkodahan Tim Tim (Kresna) yang memonitor pertempuran; “Musang – Kresna, silahkan kembali mengisi munisi, bantuan ditunggu”. Sekali lagi pesawat menderu meninggalkan medan tempur dan kali ini tidak untuk berputar, yang dimanfaatkan oleh pihak musuh kembali melancarkan tembakan dengan membabi buta tidak terarah sehingga tidak terlalu menyulitkan Tim Topan/Badai untuk merebut boks boks pertahanan mereka.
Mendekati ujung teping lereng Daurema, Tim Topan disebelah kiri terhambat serangan gencar musuh, sedangkan tim Badai yang berada dikanan memiliki medan yang lebih baik terus maju, tiba tiba diberondong tembakan dari tiga arah depan sekaligus, kanan, kiri dan depan lurus. Mendapat tembakan gencar seperti ini membuat pasukan sulit untuki berlindung, korban berjatuhan dan gerakan terhambat. Melihat kondisi ini Tim Combat dibawah pimpinan Letda Suharsono merapat kedepan memberikan bantuan dengan meminta Tim Topan bergeser kekanan, kemudian maju mererobos hujan peluru yang ditembakan musuh, aksi ini menyebabkan seorang Hansip tertembak, akan tetapi berhasil melancarkan serangan yang dibangun Letda Joko, sementara tim Topan kembali dapat bergerak dan menguasai Boks musuh.
Setelah Boks dikuasai tim Guntur bergabung dengan tim Topan untuk serangan kesasaran utama dan mendapat perlawanan sengit, Dan Satgas Bumi memerintahkan Dan Tim kalong (Letda Sutan Lubis) membantu tapi tidak bisa karena pesuruh Dan Tim gugur, Dan Tim tidak tega meninggalkan.
“Kalong – Musang yang harum supaya ditinggalkan nanti saya ambil, bantu pasukan depan segera”. Kenyataan sulit bahkan Tim Kalong minta bantuan Badai. “Badai – Kalong anggotaku yang harum supaya diambil”, yang dijawab oleh Badai; “Kalong – Badai , tenang saja tinggalkan yang harum, bantu pasukan didepan anggotaku sudah 5 (lima) yang kena!”.
“Badai – Kalong baik kami maju”, tapi ketika kalong maju keadaan telah dikuasai Topan dan Badai. Karena mendapat bantuan dua OV-10 (Kampret) dari Bacau. Perlu mendapat apresiasi dari performa yang ditunjukan dua pesawat bantem OV – 10, karena kejelian dan keakuratan nya dalam menghancurkan sasaran berperan besar dalam perebutan boks boks pertahanan musuh. Fretilin mundur berloncatan dari Boks yang satu ke Boks yang lain. Pada Boks yang ditinggalkan ditemukan munisi dan Fretilin yang gugur/luka. Gn.Daurema direbut pada hari ke 2 (dua) hari telah senja.
Sumber :
Kisah Nyata ( Iwan Goenawan ) Satgas Operasi Seroja 1975-1979

1 komentar:

  1. Saya baca kisahnya sambil membayangi situasinya, mencekam sekali.

    BalasHapus